Laman

Sabtu, 23 Februari 2013

Faktor X

Jika kemarin saya bercerita mengenai pengalaman pertama saya mengirim postcard  —yang sebelumnya masih belum tercoret dari daftar 'hal yang belum pernah saya lakukan/alami dalam hidup'— kepada seorang wanita yang sebenarnya bisa dibilang kurang begitu saya kenal baik, semalam saya mencoret satu poin lagi dari dafta itu. Menonton X-Factor..

Perlu digarisbawahi, atau dicetak tebal di benak masing-masing juga boleh, bahwasanya saya ga pernah menyelipkan kata 'ingin' dalam judul daftar imajiner itu. Hanya 'hal yang belum pernah saya lakukan/alami dalam hidup'. Jadi, ga perlu mengerutkan dahi atau memicingkan mata kepada saya yang dari dulu memang ga pernah tertarik pada ajang pencarian harkat bakat semacam ini. Pencarian bakat kok penjuriannya mengedepankan vox populi. Yang bener aja, pikir saya.

Eh tapi jangan tersinggung dulu. Tak menganggap sesuatu sebagai sebuah keinginan bukan berarti sesuatu itu buruk, kan. Ini masalah selera. Akan sama kasusnya seperti jika saya ditawari Durio zibethinus. Sebagian orang bisa saja mengangguk dengan segera, tapi saya tetap berhak menggeleng tanpa mencela.

Adalah sebuah kebetulan yang semalam membuat saya menonton X-Factor. Sebentar, biar saya ralat. Adalah sebuah kebetulan yang semalam membuat saya menonton penampilan beberapa kontestan X-Factor. Begini ceritanya..

Minggu, 17 Februari 2013

Correspondenz-Karte

Jika ada orang yang bertanya kepada saya tentang apa yang belum pernah saya lakukan atau saya alami dalam hidup, maka "mengirim dan/atau dikirimi sebuah postcard" sudah sepantasnya saya masukkan ke dalam daftar jawaban dari pertanyaan itu.

Ini bukan cerita berlebihan. Ini jujur. Saya memang belum pernah barang sekalipun mengirim dan/atau dikirimi postcard  kepada/oleh siapapun. Kalau surat, bisa dibilang sudah sering. Karena memang saya adalah salah satu pehobi surat, entah itu yang ditulis tangan di atas lembaran kertas ataupun yang ditintakan melalui ketukan jemari di atas keyboard , entah sekadar membaca ataupun menulisnya sendiri.

Dan, sssttt, saya pernah 2 kali mendapatkan cinta melalui surat juga. Entah, saya harus bangga atau malu dengan kenyataan ini. Yang jelas, ini rahasia..

Kita kembali ke cerita tentang Correspondenz-Karte. Meskipun saya belum pernah berkirim-kirim benda filateli yang konon pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 ktober 1869 di Austria ini, bukan berarti saya ga kenal. Saya ge senorak itu kok. Saya ngerti walau cuma dikit-dikit. Dulu sewaktu SMP, saya pernah diajari dalam salah satu subbab pelajaran Bahasa Indonesia. Tapi ya itu tadi, cuma ngerti dikit-dikit.