Laman

Sabtu, 23 Februari 2013

Faktor X

Jika kemarin saya bercerita mengenai pengalaman pertama saya mengirim postcard  —yang sebelumnya masih belum tercoret dari daftar 'hal yang belum pernah saya lakukan/alami dalam hidup'— kepada seorang wanita yang sebenarnya bisa dibilang kurang begitu saya kenal baik, semalam saya mencoret satu poin lagi dari dafta itu. Menonton X-Factor..

Perlu digarisbawahi, atau dicetak tebal di benak masing-masing juga boleh, bahwasanya saya ga pernah menyelipkan kata 'ingin' dalam judul daftar imajiner itu. Hanya 'hal yang belum pernah saya lakukan/alami dalam hidup'. Jadi, ga perlu mengerutkan dahi atau memicingkan mata kepada saya yang dari dulu memang ga pernah tertarik pada ajang pencarian harkat bakat semacam ini. Pencarian bakat kok penjuriannya mengedepankan vox populi. Yang bener aja, pikir saya.

Eh tapi jangan tersinggung dulu. Tak menganggap sesuatu sebagai sebuah keinginan bukan berarti sesuatu itu buruk, kan. Ini masalah selera. Akan sama kasusnya seperti jika saya ditawari Durio zibethinus. Sebagian orang bisa saja mengangguk dengan segera, tapi saya tetap berhak menggeleng tanpa mencela.

Adalah sebuah kebetulan yang semalam membuat saya menonton X-Factor. Sebentar, biar saya ralat. Adalah sebuah kebetulan yang semalam membuat saya menonton penampilan beberapa kontestan X-Factor. Begini ceritanya..

Sudah menjadi kebiasaan bagi saya ketika sepulang dari kantor, saya segera menyalakan laptop untuk online  menyambangi jejaring sosial semacam twitter dan facebook, chatting  via gtalk dengan beberapa teman, dan blogwalking  ke antah berantah. Sebuah kebiasaan yang niscaya akan menyiksa mata dan fisik saya yang sudah setengah hari bertatap muka dengan makhluk ciptaan Liu Chuan Zhi di kantor. Tapi niscaya juga akan menyiksa otak saya jika tak memberi waktu untuk berekreasi dengan melakukannya. Ndak edan..

Maka, terjadilah. Laptop menyala, dan saya mengkhidmatinya sambil sesekali saya keluar kamar menuju ruang tengah untuk bergabung dengan Ayah dan Ibu yang sedang menonton Opera van Java. Pas diselingi iklan, saya kembali ke hadapan laptop. Begitu seterusnya sampai OVJ selesai. Ayah dan Ibu beranjak ke kamar untuk beristirahat, sementara saya masih mengganti-ganti channel  mencoba mencari acara yang bagus atau setidaknya ga begitu jelek. Sampailah saya di channel  nomor 5, RCTI.

"Ndra, ada X-Factor nih. Mau ditonton ga?", tanya saya kepada adik yang sedari tadi berada di kamarnya, belajar sambil nyetel musik.
"Hooh", jawabnya singkat lalu keluar dari kamarnya. Sementara saya kembali masuk ke kamar.

Belum ada tiga menit, saya keluar lagi karena sayup-sayup terdengar suara Agus Hafiluddin yang khas. Nggandem  seperti suara Pak Dukuh. Saya baru satu kali mendengarnya bernyanyi dari video hasil unduhan pesanan rekan kantor —kala itu dia menyanyikan Here Without You milik 3 Doors Down— tapi sudah melekat di ingatan saya. Kali ini dengan Sadis-nya Bebi Romeo.
Satu kontestan sudah saya tonton.

Agus Hafiluddin selesai dipuja-puji juri dan penonton. Langsung dilanjut oleh Fatin Shidqia Lubis, seorang dedek kimcil dengan suara renyahnya yang kadang jika mendengarnya bernyanyi dengan memejamkan mata, saya masih belum bisa percaya kalau dia masih berumur 16 tahun. Tapi justru darinya lah saya percaya dengan penuh kesadaran bahwa suara wanita adalah aurat. Ah..

Selang beberapa kontestan —yang entah siapa saja mereka, saya ga begitu acuh karena ga ada yang mampu membuat saya beranjak dari kamar— ada Isa Raja. Dari kamar, suaranya terdengar familiar. Lalu saya keluar. "Ini siapa sih? Dari suara, appearance, dan performance -nya kok kayak Inong Loebis, vokalisnya Compromised Ego.", pikir saya. Setelah saya googling dan nge-tweet yang kebetulan dijawab langsung oleh akun twitter resminya, saya baru yakin bahwa benar, Isa Raja inilah Inong Loebis (Isa Raja Parlindungan Loebis)-nya Compromised Ego.

https://twitter.com/compromisedEGO/status/305090083785154562
Seniman beneran memang kelihatan bedanya dari yang sekadar mengejar popularitas dari ajang ini. Bikin eargasm. Meskipun, ga menutup kemungkinan keikutsertaan Inong di sini juga dalam rangka mengangkat nama Compromised Ego. :)))

Masih ada satu lagi kontestan yang saya seksamai penampilannya. Alex Rudiat. Sebelum saya tau bahwa Inong ikut ajang ini, yang saya cuma tau Alex lah yang keren. Gaya ala Once Mekel, suara ala Sting. Kurang lebih begitu.
Setelah Alex selesai menghibur dengan Locked Out Of Heaven-nya Bruno Mars, saya langsung tidur.

Ngomong-ngomong, kenapa tulisan ini jadi panjang gini ya? Padahal kan ini tentang sesuatu yang ga begitu saya suka. Ah, sudahlah..
Yang penting semalam ada Anggun C Sasmi, yang membuat saya membayangkan 'Mbak Gothic' menemani saya menyaksikan idolanya itu semalaman, berdua saja.

Titik dua, apostrof, angka tiga.

2 komentar: