Laman

Senin, 19 November 2012

Marathon Wisata : Goa, Air Terjun, Pantai

Sudah hari Senin. Long weekend sudah berakhir. Itu artinya, sudah boleh saya sedikit memamerkan oleh-oleh selama long weekend kemarin. Ga pantas disebut memamerkan sih sebenarnya, karena memang ga ada yang spesial amat.
Kamis, touring. Jumat, ngulet di kamar seharian. Sabtu, lembur (dan numpang ngenet gratis di kantor). Minggu, resepsi lalu Ngayogjazz (meskipun batal di tengah jalan karena hujan lebat yang sangat tumben).

Baiklah, mari saya mulai.

Hari Kamis.
Saya bersama 4 orang teman —Huda, Zulham, Fauzi, dan Ichwan— awalnya kebingungan menentukan tujuan. Sempat memilih tujuan ke Rawa Pening, lalu berubah pikiran ke Kopeng dan Candi Borobudur, lalu berubah lagi ke Goa Pindul, sampai akhirnya kami memutuskan ketiga objek ini : Goa Rancang, Air Terjun Sri Gethuk, dan Pantai Pok Tunggal. Marathon wisata.

Perjalanan dimulai. Tujuan pertama adalah Desa Bleberan, di mana Goa Rancang Kencana dan Air Terjun terletak. Jalan menuju ke sana sebenarnya cukup mudah. Bahkan kami yang belum pernah ke sana pun bisa sampai tujuan tanpa nyasar berkat adanya plang atau papan penunjuk jalan. Cukup dengan menyusuri Jalan Jogja-Wonosari hingga pertigaan Gading, lalu belok kanan menuju arah Playen, dan ah lupa..
Pokoknya, jalannya gampang. Hanya saja, ada sepanjang 7km jalan berbatu-yang-rese-banget yang harus dilalui, seperti ini..

Sampailah kami di Goa Rancang Kencana. Goa yang konon dulunya merupakan tempat persembunyian serta tempat merancang strategi Laskar Mataram dari Madiun yang saat itu tengah dikejar penjajah Belanda. Ga heran jika dinamai Goa Rancang Kencana.

Goa ini terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama adalah pelataran goa. Cukup luas, bahkan sebelum dijadikan objek wisata, pelataran goa sering dipakai untuk main badminton oleh warga sekitar. Garis lapangannya pun masih membekas.
Oh ya, di bagian ini juga ada sebuah pohon besar yang siap menyambut saat kami menuruni anak tangga.


Bagian kedua ga begitu luas. Hanya sekitar 2 x 2 meter. Di bagian ini terdapat sebuah batu persegi yang biasa digunakan untuk meletakkan sesaji.

sumber : http://ulasanasal.blogspot.com/2012/11/goa-rancang-kencana-portal-gaib-menuju.html

Bagian terakhir. Yang untuk bisa memasukinya kita harus mbrobos dengan merangkak. Gelap sekali. Tapi setelah lampu senter dinyalakan, kami disambut oleh sebuah prasasti berupa gambar lambang Garuda Pancasila, Bendera Merah Putih, dan tulisan berbahasa Indonesia. Semuanya ditulis dan digambar menggunakan arang. Entah arang dari kayu apa, sampai-sampai ga luntur hingga sekarang.


Mengenai lorong ghaib yang konon mampu menghubungkan menuju Gunung Merapi, saya males membahasnya. Maaf. hehehe

Setelah puas menyapukan pandangan di setiap sudut goa dan foto-foto, kami melanjutkan penjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk. Letaknya ga jauh dari Goa Rancang Kencana. Bahkan TPR-nya pun sepaket, dan hanya Rp5000,00.
Takjub? Jangan dulu, karena saya belum bilang kalau seharga itu sudah termasuk parkir di kedua objek wisata ini.

Tapi kami sedang tak beruntung kali ini. Pengunjung sudah ramai sejak kami sampai di lokasi parkir. Pengen nyoba naik perahu 'unik' untuk menuju lokasi air terjun, tapi antreannya sudah berjubel. Akhirnya jiwa blusukan kami menuntun kami untuk berjalan menelusuri sawah.


Sedikit kecewa ketika kami sampai di air terjun. Banyak banget pengunjung yang datang. Kami terlambat. Seharusnya kami datang lebih pagi. Dan menurut penilaian saya pribadi, air terjunnya pun, ehm,  biasa saja.



Sekitar 1 jam kami jeprat-jepret sambil sesekali misuh ga jelas. Sampai bosan, dan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tapi kali ini, kami naik perahu  —yang tadi saya sebut unik—  untuk kembali ke tempat parkir.


Perjalanan kami lanjutkan. Kami arahkan motor kami ke Pantai Pok Tunggal. Eh, sebentar, sebenarnya kami juga ga tau ke mana harus mengarah untuk menuju pantai itu. Pantai ini masih cukup asing. Bahkan saat kami mampir mengisi perut di warung makan di Wonosari dan mencoba bertanya, si ibu penjualnya ga tau.

Tak apa. Toh akhirnya kami berhasil sampai setelah mengalami 1x bertanya di persimpangan Siung-Wediombo-dll dan Indrayanti-Drini-dll, 1x puter balik karena melewatkan papan kayu penunjuk arah, dan 1x terpontang-panting di jalanan berbatu sepanjang + 2km.
Dan sesampainya di sana, kami langsung disambut sebuah pohon unik dan photogenic yang menjadi ikon Pantai Pok Tunggal. Keren..


Tapi, lagi-lagi kami kurang beruntung. Seasing-asingnya pantai ini ternyata sudah ramai oleh wisatawan, pun geliat perekonomian penduduk sekitar. Kalau cuma parkir, penginapan, warung, dan kamar mandi sih ga masalah karena letaknya agak ke dalam. Rona asli pantai masih kelihatan. Tapi kalau jasa penyewaan payung? Pfffft


Terlalu ramai. Dan kami berjalan menepi ke arah timur di mana terdapat sebuah gubuk di pucuk tepian tebing, sambil berharap di sana kami bisa berteduh dan menikmati panorama pantai dari ketinggian.



Lagi-lagi sial. Bukan buat saya, tapi buat Zulham dan Ichwan. Untuk bisa sampai ke sana ternyata kami harus menelusuri tepian tebing yang sempit berukuran ½ meter dengan di sisi kanannya adalah jurang. Belum. Saya belum selesai bercerita. Ada bagian di mana kami harus merangkak untuk bisa melewatinya. Dan kedua teman tadi —Zulham dan Ichwan— takut ketinggian. Muehehehe
Akhirnya, mereka berdua menunggu di bawah pohon yang cukup rindang di dasar tebing seperti sepasang primata homoseksual yang sedang bulan madu. Sementara saya, Huda, dan Fauzi nekat meneruskan langkah plus ngesot menuju pucuk tebing.


Dan, ahhhhh. Masya Allah..
Luar biasa. Kami takjub. Luar biasa. Sempurna. Maknyus. Top markotop. Cethar membahana.
Dari sini kami bisa melihat ke segala penjuru. Laut luas di sebelah selatan, barisan pantai-pantai lain yang ga kalah menakjubkan di sebelah timur, hutan di sebelah utara, dan wajah utuh Pantai Pok Tunggal.




Sore sudah tiba. Kami bergegas pulang. Sebenarnya pengen sekali saya menjamu kehadiran senja dari pucuk tebing, tapi teman-teman ga ingin pulang kemalaman.
Tak apa, lain kali aku akan ke sini lagi, menjamu senja bersama pelengkap takdirku. Tsaelah..

Hari Jumat dan Sabtu

2 hari ini mending di skip aja lah ya. Masa iya bangun-sarapan-tidur-ngenet-ngegame perlu ditulis dan dibanggain. Apa lagi lembur. Cih!!

Hari Minggu

Bermula ketika Shinta ngirim SMS ke saya, ngajakin nonton Ngayogjazz 2012. Padahal jazz bukanlah genre musik yang akrab di telinga saya. Tak apalah, saya mengiyakan daripada cuma plonga-plongo di rumah.

Jam 4 saya berangkat menjemput Shinta di kosnya di sekitaran Selokan Mataram.
Tapi sepertinya semesta telah bersekongkol untuk menggagalkan penghianatan saya pada genre rock. Baru sampai Sagan hujan sudah turun lebat banget.

Semprol. Atau, terima kasih.
Entah. Yang jelas saya tetap melanjutkan perjalanan menuju kos Shinta. Dan sesampainya di sana, ternyata dia juga males kalau hujan. Muehehehe

Akhirnya, long weekend ini kami akhiri dengan menjajal menu makanan di Dua Putri. Lumayan enak lho masakannya. Kami berdua aja sampe pesen banyak..


3 komentar: