Laman

Rabu, 09 Januari 2013

Mahameru

"Barusan temenku, cah Mojokerto, SMS ngajakin ke Semeru. Ikut?"
"Kapan?"
"Long weekend Natal besok. Masih 1,5 bulan lagi."
"Siap!!"
Dari sinilah cerita dimulai.

Jumat, 21 Desember 2012
Sekitar pukul 9 malam, motor saya sudah terparkir rapi di penitipan motor depan Stasiun Lempuyangan, Jogja. Sambil menunggu Fauzi datang, saya mengecek ulang semua barang bawaan. Sengaja saya tak membawa barang banyak-banyak karena kebetulan 3 teman dari rombongan Mojokerto sudah membawa lengkap semua perlengkapan camping. Praktis, saya hanya membawa barang keperluan pribadi dan bahan makanan untuk beberapa hari ke depan. Bahkan, kamera DSLR saya tercinta pun tak saya bawa serta, cuma kamera pocket pinjaman dari Om Ud.

Tak lama, Fauzi datang dan memberi tahu saya bahwa ternyata ada rombongan lain di stasiun yang juga hendak mendaki Semeru. Mantap. Kami berdua bergabung dengan mereka.
Pukul 10, Gaya Baru Malam kami melaju.

Sabtu, 22 Desember 2012
Pukul 4 dini hari kami sampai di Stasiun Gubeng, Surabaya. Di sini kami beristirahat sejenak untuk sekadar boker, shalat, dan melemaskan otot. Lalu dengan menaiki angkot, kami berangkat menuju Terminal Purabaya. Kali ini kami mengambil jeda cukup lama untuk makan, tidur, dan boker lagi. Saya pikir, ritual boker berkali-kali ini lama-lama mirip kucing yang kencing untuk menandai wilayah kekuasaannya.

Dari Terminal Purabaya, lanjut ke Terminal Arjosari, hingga sampailah kami di Terminal Tumpang dalam keadaan molor dari jadwal, listrik padam, sinyal ga ada, mendung pekat, dan kenyataan bahwa kami masih terpisah dengan rombongan dari Mojokerto. Tepatnya bukan terpisah, tapi sama sekali belum bertemu dengan mereka.

Pukul 1, sebuah Jip mengantar kami dari Tumpang menuju Ranu Pani.
Damn! Di tengah perjalanan, Jip yang kami tumpangi mogok. Waktu itu hujan sudah turun dan perut dalam keadaan kosong. Sempat dilakukan adegan dorong-mendorong mobil beberapa kali, tapi masih saja gagal. Jip yang kami tumpangi menyerah.
Tak apa. Setidaknya saya bisa melihat benih-benih keakraban Fauzi dengan satu-satunya cewek dari rombongan Jogja itu. Sayang, saya lupa namanya.

me :)
Fauzi dan si gadis ehm..
Beruntung, ada Jip lain yang bersedia mengantar sisa perjalanan kami. (barulah) Pukul 3.30 sore kami sampai di Ranu Pani, pos pendaftaran pendakian.
Di sini akhirnya kami bertemu dengan 3 teman dari rombongan Mojokerto (2 Mojokerto, 1 Salatiga). Sanda, Izhar, dan Ardi. Ternyata mereka datang dari Terminal Tumpang bersama rombongan pecinta alam entah-apa-namanya dengan menumpang sebuah truk.

Seusai mendaftarkan diri, mengisi perut, dan berpamitan dengan rombongan dari Jogja yang masih leyeh-leyeh, kami berlima memutuskan untuk memulai pendakian di bawah rintik gerimis sore itu. Izhar, satu-satunya yang pernah mendaki Semeru, memimpin pendakian di depan.

Selamat datang, para pendaki Gunung Semeru!
Lampu senter mulai kami nyalakan di Pos 2, mengingat hari sudah gelap dan jalanan semakin licin.
Setelah melalui jalur Landengan Dowo - Watu Rejeng, sampailah kami di Ranu Kumbolo. Waktu itu pukul 9 malam. Langsung saja kami mendirikan 2 buah tenda, shalat, makan, lalu tidur.

Minggu, 23 Desember 2012
Ranu Kumbolo adalah surganya Semeru. Saya mengamini pernyataan populer ini. Saya membuktikannya sendiri. Sebuah danau seluas 15 Ha yang dikelilingi bebukitan di segala penjuru dan diapit 2 buah cekungan fenomenal : Tanjakan Cinta dan sebuah cekungan tempat 'lahirnya' mentari pagi Semeru.

our team : Sanda, Fauzi, saya, Izhar, Ardi
Berat memang, untuk beranjak dari Ranu Kumbolo yang melenakan itu. Tapi perjalanan harus segera dilanjutkan sebelum matahari meninggi, atau sebelum hujan tiba-tiba mengguyur. Pukul 9 pagi, kami meninggalkan Ranu Kumbolo melewati Tanjakan Cinta. Tanjakan ini terkenal dengan mitosnya yang mengatakan bahwa siapapun yang sanggup melewatinya tanpa menoleh ke belakang, maka harapan cintanya akan terwujud. Tapi untuk kali ini, saya benar-benar persetan dengan cinta. Semakin naik, pemandangan Ranu Kumbolo semakin terlihat luar biasa menawan. Mana mungkin saya melewatkannya.

Tanjakan Cinta
view Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta
Seusai melewati Tanjakan Cinta, padang sabana seluas 2,5 km dengan vegetasi yang hampir homogen menyambut kami. Luas sekali, dan keren. Oro-Oro Ombo namanya.

Oro-Oro Ombo
Selanjutnya, Cemoro Kandang. Sesuai dengan namanya, tempat ini seperti kandangnya pohon Cemara. Tanah seluas 3 km yang cenderung menanjak ini ditumbuhi ribuan pepohonan Cemara yang gagah serta rerumputan dengan bunga warna-warni yang menyemarakkan pandangan kami.

Perjalanan selama di Cemoro Kandang memang cukup menguras tenaga. Tapi tidak dengan Jambangan. Di sini tanahnya datar. Kami bisa menghemat tenaga dengan berjalan lebih santai. Apalagi dari sini akhirnya kami bisa melihat wajah asli Mahameru untuk pertama kalinya. Membuat kami kembali bersemangat.

Jambangan terlewati, sampailah kami di Kalimati. Batas diizinkannya pendakian oleh pihak Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TN BTS). Benar saja, banyak sekali tenda yang telah berdiri. Kami pun memutuskan untuk beristirahat sementara waktu di sini. Tenda tidak kami dirikan. Kami hanya berteduh di bawah pohon.
Nanggung, karena sedari awal kami memang berniat untuk mendirikan tenda dan bermalam di Arcopodo sekalian, agar pendakian ke puncak Mahameru lebih ringan.

Kalimati
Sejam berlalu. Kami berlima segera beranjak melanjutkan perjalanan menuju Arcopodo. Cuma 1,2 km kok, pikir saya. Ternyata saya salah memakai kata 'cuma'. Jarak 1,2 km itu justru terasa berat sekali karena jalannya menanjak ekstrim dengan sisi kiri kanan jurang. Apalagi saat itu saya bertugas mejinjing dirigen berisi air sebagai persediaan, menjaga keseimbangan selama mendaki menjadi lebih sulit. Dan di sini juga engkel kaki kiri saya yang cedera Rabu malam lalu, mulai terasa cenut-cenut lagi. Duh..

Pukul 2 siang, akhirnya kami sampai di Arcopodo. Cepat-cepat kami dirikan tenda karena gerimis sudah mulai turun. Sore itu asam laktat berhasil membius kami sampai-sampai tidurnya kebablasan.

Senin, 24 Desember 2012
Alarm berbunyi tepat pukul 00.15 dari handphone saya. Di luar sana beberapa rombongan sudah ramai bersiap memulai pendakian puncak Mahameru.
Kami tak mau kalah. Setelah nyawa terkumpul, setidaknya separuhnya, kami berangkat berbekal 1 liter air dan sedikit camilan pengisi perut yang dikumpulkan ke dalam tas yang saya bawa setelah semalam dikosongkan.

Malam itu cerah, bintang bertabur megah. Tapi sungguh dinginnya ga lumrah, melengkapi penderitaan kami selama mendaki.
Bayangkan, pendakian curam dengan sudut elevasi 45-60 derajat di atas pasir dan bebatuan. Melelahkan. Bahkan jika kami lelah atau kehabisan napas, kami kesusahan mencari tempat untuk beristirahat yang tak merosot jika diduduki dan tak menghalangi pendaki lain yang ingin mendahului. Jika sudah menemukan tempat pun, kami tak bisa berlama-lama beristirahat karena tubuh kami bisa mati rasa dan kaku kedinginan.

Makin tinggi kami mendaki, makin sering kami break. Rasanya pengen sekali menyerah. Tapi sayang, sudah sampai sejauh ini. Turun juga tak mungkin karena itu pasti lebih sulit.

Dan, setelah pendakian 4 jam lebih, kami sampai di puncak Mahameru. Saya berada di ketinggian 3676 mdpl.  Finally.. :')

Mahameru, 3676 mdpl
letusan kecil sebagai 'pesta penyambutan' oleh Mahameru
menuruni Mahameru
Sekitar pukul 6, kami segera turun menuju tenda kami di Arcopodo. Sesampainya di Arcopodo, tenda dan barang-barang segera kami kemasi lalu bergegas pulang. Bisa dibilang, kami terburu-buru karena hari Rabu kami harus sudah kembali menjalani rutinitas masing-masing : berangkat ke kantor. Maka dari itu, seusai Ranu Kumbolo, kami pulang melalui jalur Ayak-Ayak agar lebih cepat sampai Ranu Pani. Semua ini atas arahan Izhar.

Benar saja, perjalanan dari Ranu Kumbolo ke Ranu Pani menjadi lebih cepat separuh waktu jika dibanding dengan jalur umumnya (Ranu Kumbolo - Watu Rejeng - Landengan Dowo - Ranu Pani).

jalur Ayak-Ayak
Ceritanya, kami tersesat malam-malam ketika sudah sampai di perkebunan warga. Jalan bercabang dan kami kebingungan memilih jalan mana yang harus kami lalui untuk sampai ke Ranu Pani. Beruntung, ada seorang bapak baik hati yang menunjukkan jalan. Beruntungnya lagi, kami dipersilakan singgah ke rumah beliau. Di sana, kami dijamu dengan hidangan makan malam, bara di tungku perapian, dan sekumpulan percakapan hangat. Bahkan kami sempat ditawari menginap di rumah beliau namun kami tolak dengan santun.

Dari percakapan malam itu, ternyata bapak tersebut adalah salah satu dari sekitar 370-an porter yang terlibat dalam rangka pembuatan film '5 cm' beberapa waktu lalu. Menarik sekali mendengarkan cerita behind the scene versi beliau.

bapak baik hati dan putrinya
Malam semakin larut. Kami segera berpamitan agar ketika sampai di Ranu Pani kami masih menjumpai Jip atau truk yang akan membawa kami menuju Terminal Tumpang.

Setelah melaporkan kepulangan kami kepada petugas di Ranu Pani, kami berlima diangkut bersama rombongan pendaki lain menuju Terminal Tumpang. Jam di tangan kiri saya menunjukkan pukul 11 malam. Ah, hari yang melelahkan sekali, dari puncak Mahameru sampai Ranu Pani..

Selasa, 25 Desember 2012
Kami tiba di Terminal Tumpang tengah malam pukul 00.30. Yang ada di pikiran kami waktu itu adalah bagaimana caranya bisa membersihkan diri dari pasir dan lumpur lalu mengistirahatkan tubuh meskipun hanya sejenak.  Akhirnya kami bermalam di mushola balai desa Tumpang.

Pukul 6 pagi, selepas mandi dan sarapan, kami segera beranjak pulang. Tak lupa terlebih dahulu saya menandai wilayah kekuasaan di sini. :p

Sampai jumpa, Semeru! Sungguh perjalanan yang luar biasa menyenangkan. Tapi biar bagaimanapun, dalam setiap perjalanan yang menyenangkan, selalu ada pulang sebagai tujuan paling menenangkan..

8 komentar:

  1. Subhanallah, Apik....
    Kapan jal ak isa munggah kono #omongdewe

    BalasHapus
  2. Aku ngenteni catper puncak jaya wijaya soko kowe ru :')

    BalasHapus
  3. wow banget deh iso tekan puncak. mantap!

    btw aku duwe bbrp pertanyaan iki. kudu dijawab lengkap:
    1. kowe kok ngisingan to?
    2. ngopo kok nganggo katok tentara?
    3. menilik peristiwa minggu 23/12/12, jadi kamu siap jomblo dlm jangka waktu yg lama?
    4. apa cerita behind the scene yg paling menarik dari bapaknya?
    5. di perjalanan ketemu sama pevita pearce gak? :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku dewe yo ra percoyo dgn kondisiku saat itu. ngerti dewe to Rabu engkelku bengkak pas futsal kae.

      1. jangan biarkan kebelet boker merusak inti liburanmu
      2. kuwi kathok favoritku nek nggo berpetualang
      3. duh, ojo
      4. syuting 11 hari, 370an porter, rata-rata 3 kwintal makanan tiap hari
      5. lahaciyaaa

      Hapus
  4. iki kok podo munggah gunung kabeh, marai kepengen :|

    BalasHapus
  5. izin meninggalkan jejak. *post komen pas kebelet*

    BalasHapus