Laman

Kamis, 03 Januari 2013

Rengekan Awal Tahun

Kembang api sudah padam, riuh terompet sudah redam. Sampah berserakan, k*nd*m berceceran. Kalender 11 tahun lalu dipajang kembali dengan sedikit pengubahan pada bagian pewarnaan angka dan catatan kaki di bawahnya.

Selamat tinggal, 2012!
Tahun yang benar-benar menguras kesabaran. Bagi saya, serta teman-teman yang lain tentunya.
Tak ada yang spesial. Sekadar hari demi hari yang bergulir dalam penantian tak pasti, yang bahkan sampai saat ini belum terlihat jelas ujungnya.

Em, sebentar. Ternyata ada satu hal yang layak dicatat tahun lalu : saya akhirnya pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita yang pintar meski hanya sebentar.
Lengkap sudah petualangan saya. Di kelas 3 SMP dulu saya menjalin hubungan dengan wanita yang bisa dibilang cukup religius. Lalu di kelas 1 SMA dengan wanita yang pandai memasak. Sampai-sampai saat ini dia menjadi juru masak di salah satu restoran di Jogja. Lanjut ke kelas 2 SMA, dengan wanita yang cakap menulis. Kabar terbaru yang saya tau, dia sekarang baru saja lulus kuliah jurusan komunikasi. Yang keempat dan paling lama, dari kelas 3 SMA sampai kuliah tingkat 3, dengan wanita yang putih, cantik, dan berkacamata. Terakhir, awal tahun lalu, dengan wanita yang pintar dalam hal akademik.
Mission accomplished!!

Selamat datang, 2013!
Tahun yang baru. Dan seperti biasa, saya menaruh harapan-harapan baru. Meski tanpa melakukan ritual-ritual seperti orang-orang pada umumnya. Entah itu dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, bebakaran, atau mengetik serangkaian resolusi lalu mem-publish-nya melalui tombol 'tweet'.

Setiap tahun, saya tak pernah sekalipun merayakan malam pergantian tahun dengan membaur dalam kerumunan manusia. Di Bintaro ataupun di Jogja. Ketika berstatus single ataupun in relationship.
Saya lebih suka mengeram di rumah, menghangatkan diri dengan berkumpul bersama keluarga. Atau paling banter, saya akan keluar ke basecamp muda-mudi untuk sekadar srawung.

Setiap tahun juga, saya memiliki harapan-harapan. Sebentar, mungkin lebih tepat jika disebut rengekan saya kepada Tuhan. Kali ini pun demikian, saya kembali merengek memohon ini itu. Banyak. Barangkali di atas sana (?) Tuhan mengerutkan dahi sambil tersenyum mendengar rengekan hambanya yang bandel ini.

Tapi, semua harapan itu terfokus pada harapan yang masih sama dengan tahun lalu : segera ditempatkan. Syukur kalau masih dekat dengan Jogja. Karena dari situlah nantinya harapan-harapan saya yang lainnya mungkin bisa menjadi kenyataan.

Segera. Penempatan. Dekat. Jogja.
Agar saya tak berlama-lama menjadi beban orang tua. Meskipun beban itu tak lagi seberat tahun-tahun sebelumnya, tapi tetap saja adik saya yang saat ini duduk di kelas 3 SMP lebih pantas mendapatkannya. Sementara uban dan kerut sudah mulai cekatan merias wajah Ayah dan Ibu.

Segera. Penempatan. Dekat. Jogja.
Agar saya bisa sesering mungkin meluangkan waktu untuk pulang menengok, membantu, atau merawat Ayah dan Ibu di usia senjanya. Karena Jogja adalah rumah dari segala rindu.

Segera. Penempatan. Dekat. Jogja.
Agar hati ini bisa segera menentukan tempat yang benar-benar nyaman untuk menetap. Tak melulu melontarkan sumpah "kita ga akan pacaran sebelum penempatan, daripada nanti kita melenguh kesakitan dalam bau anyir kehilangan." setiap kali diajak bicara tentang asmara.


Selamat datang, 2013! Mari merengek lebih keras!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar